Misteri Jenglot – Seperti yang sudah beredar di masyarakat bahwa jenglot adalah makhluk yang berusia ratusan tahun, dengan postur tubuh kecil, wujudnya seperti mummy dengan ukuran panjang 5 cm, ada yang >10 cm, memiliki ciri khas, tubuhnya mirip tubuh manusia yang kurus kering seperti mummy, kukunya panjang bisa mencapai 2 cm lebih, panjang rambutnya biasanya melebihi panjang tubuhnya, matanya hitam tak mempunyai putih mata, tidak bisa berkedip alias selalu melotot. Jenglot ada yang mati, tapi ada juga yang hidup, jenglot yang hidup menghisap darah. Menurut salah satu paranormal dari semarang awal mula jenglot adalah dari petir yang dipegang dan di-sabdo oleh tiga wali, yakni Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel dan Sunan Giri. Ketiga wali tersebut menganggap petir kurang ajar karena menyambar-nyambar saat ketiga wali berjalan-jalan. Oleh karena itu petir ditangkap, kemudian di-sabdo. Secara fisik, jenglot berbentuk manusia, tapi sebenarnya dia itu jin.
Dilihat dari sudut dan dunia simbolik
kalangan para dukun, jenglot dikatakan sebagai “mummy” yang konon
berusia 300 tahun. Menurut Abas Soegiono, jenglot ditemukan saat
sejumlah paranormal alias dukun melakukan tirakat di Wlingi, Jawa Timur
tahun 1972.
Jenglot yang
pernah dipamerkan ada empat, masing-masing disebut sebagai jenglot,
yang konon berjenis kelamin lelaki dan konon pula bisa membantu
mengamankan pemiliknya dari segala macam bahaya. Yang lain lagi adalah
Bethoro Karang, pria juga, konon bisa membantu kelancaran usaha,
menjaga keselamatan dan lain-lain. Lalu Bethoro Katon, konon berjenis
kelamin wanita, di mana selain membantu melancarkan usaha juga bisa
dipakai sebagai pengasih.
Yang
terakhir, Begawan Kapiworo, katanya penjelmaan kera putih, ada
hubungan dengan Anoman, mempunyai padepokan Kendali Sodo. Jenglot
sendiri menurut Abas adalah benda mati, bukan makhluk hidup. Meski
jenglot bukan makhluk hidup, tetapi daya spiritual jenglot tetap hidup.
Karena itu jenglot “harus diberi makan”. Makanan jenglot adalah darah
berjenis O dan minyak wangi. Abas menyebut merk minyak wangi yang
katanya mudah didapat di pasar.
Ahli Forensik FKUI-RSCM: Jenglot Bukan Manusia
JENGLOT pernah diperiksa dr Budi Sampurna DSF di bagian Forensik RSCM. Benda sepanjang 10,65 cm, menyerupai boneka menyeramkan itu memiliki bagian serupa kepala, badan, tangan dan kaki serta rambut terurai sepanjang 30 cm. Ukuran masing-masing tampak proporsional. Hanya saja, ukuran kuku-kuku jarinya serta taring sangat panjang. Taring mencuat hampir sepanjang ukuran kepala, kuku juga panjang dan meruncing hingga bukan tidak mungkin membuat bulu kuduk penonton berdiri. “Setiap 35 hari pada Jumat Legi, kita kasih satu tetes darah dicampur minyak javaron seperti kalau banyak orang memberikan sesaji berupa kembang atau kemenyan,” kata Hendra.
JENGLOT pernah diperiksa dr Budi Sampurna DSF di bagian Forensik RSCM. Benda sepanjang 10,65 cm, menyerupai boneka menyeramkan itu memiliki bagian serupa kepala, badan, tangan dan kaki serta rambut terurai sepanjang 30 cm. Ukuran masing-masing tampak proporsional. Hanya saja, ukuran kuku-kuku jarinya serta taring sangat panjang. Taring mencuat hampir sepanjang ukuran kepala, kuku juga panjang dan meruncing hingga bukan tidak mungkin membuat bulu kuduk penonton berdiri. “Setiap 35 hari pada Jumat Legi, kita kasih satu tetes darah dicampur minyak javaron seperti kalau banyak orang memberikan sesaji berupa kembang atau kemenyan,” kata Hendra.
Tak
ada yang tahu apakah darah tersebut benar-benar diminum atau tidak
oleh makhluk seberat 37,2 gram itu. Menurut Hendra, dalam tubuh jenglot
masih terdapat kehidupan. Tanda kehidupan itu, menurutnya, dapat
dilihat dari bola matanya yang bisa berpindah setiap saat serta rambut
dan kukunya yang memanjang. Benarkah jenglot dan kawan-kawannya itu
masih hidup atau setidaknya pernah hidup? Hendra dengan berani
mengajukan “tantangan” agar para ahli kedokteran menelitinya secara
objektif. Tampaknya gayung bersambut. Pihak forensik RSCM tertarik
untuk meneliti “kemanusiaan” jenglot. Tentu saja bukan berdasarkan ilmu
klenik, tapi secara medis berdasarkan ilmu pengetahuan. Maka pada hari
Kamis, 25 September 1997 siang, makhluk jenglot dibawa ke RSCM untuk
diperiksa secara medis. Ruang forensik dan ruang rontgent RSCM mendadak
penuh sesak pengunjung.
Mereka
terdiri dari paramedis, mahasiswa kedokteran, wartawan dan sejumlah
pengunjung RS yang tertarik melihat kedatangan jenglot yang ditaruh
dalam kotak kayu berukir itu. Ahli Forensik FKUI-RSCM, Budi Sampurna
DSF mengatakan, pemeriksaan jenglot dengan latar belakang seperti yang
telah diketahui masyarakat luas merupakan tantangan menarik bagi dunia
kedokteran untuk membuktikannya dari segi keilmuan. Menurut dr Budi,
guna membuktikan kemanusiaan jenglot, maka akan dilakukan deteksi
dengan alat rontgent untuk mengetahui struktur tulangnya serta
pemeriksaan bahan dasar kehidupan seperti C,H,O atau proteinnya.
Untuk keperluan tersebut, ahli forensik
mengambil sampel dari bahan yang diduga sebagai kulit atau daging
jenglot serta sehelai rambutnya. Pengambilan sampel dilakuan sendiri
oleh Hendra yang saat datang ke RSCM membawa serta tiga batang hio.
“Untuk jaga-jaga, jangan-jangan ada yang kena sawab-nya (pengaruh),”
katanya perihal hio.
Dokter
Djaya Surya Atmaja kemudian memotret dan mengukur berbagai bagian
“tubuh” jenglot. Setelah itu dokter spesialis radiologi, dr Muh Ilyas
memeriksa jenglot menggunakan sinar X. Dalam pemerikasaan lebih lanjut
Hendra menolak barang koleksinya dibedah. Alasannya, jasad Jenglot akan
rusak. “Akibat tidak baik bagi kita semua,” katanya.
Usai pemeriksaan ternyata hasilnya
menyatakan jenglot tak memiliki struktur tulang. Hasil rontgent yang
disaksikan puluhan wartawan, paramedis, mahasiswa praktek, ternyata
hanya menampilkan bentuk struktur menyerupai penyangga dari kepala
hingga badan. Selain itu terlihat juga jaringan kuku dan empat gigi
selebihnya tak ada. “Ada bagian jaringan serupa daging, namun kita belum
bisa memastikan apakah itu daging atau bahan lainnya,” kata Muh Ilyas.
Guna mendapat hasil lebih mendetail,
maka jenglot diteliti dengan CT Scan. Ternyata jenglot tidak memiliki
struktur seperti manusia kendati kenampakan luar menyerupai manusia.
Kini pihak Forensik FKUI-RSCM masih meneliti sampel kulit/daging serta
rambut jenglot untuk mengetahui golongan darah, DNA-nya. “Memakan waktu
sekitar tiga minggu,” katanya.
Menanggapi hasil tersebut, Hendra mengatakan, “Apa pun
hasilnya kita harus terima dong,” katanya. Majalah Gatra, Nomor 52/III,
15 November 1997 memberikan laporannya mengenai jenglot. Penelitian
yang dilakukan Dokter Djaja Surya Atmaja PhD, dari Universitas
Indonesia menunjukkan bahwa contoh kulit jenglot yang diperiksa
memiliki karakteristik sebagai DNA (deoxyribosenucleic acid) manusia.
“Saya kaget menemui kenyataan ini,” kata Djaja, doktor di bidang DNA
forensik lulusan Kobe University, Jepang, 1995.
Namun Djaja menolak anggapan seolah ia
mengakui jenglot sebagai manusia. “Tapi sampel yang saya ambil dari
jenglot menunjukkan karakteristik manusia,” katanya. Adapun sampelnya
berupa sayatan kulit jenglot berukuran setengah luas kuku, yang
mengelupas dari lengannya. Contoh kulit itulah yang kemudian ditelitinya
di Laboratorium RSCM atas prakarsa dan biaya pribadi. Spesimen
seirisan kulit bawang itu kemudian diekstraksi agar DNA-nya keluar dari
inti sel. DNA merupakan material genetik berupa basa protein panjang
yang membangun struktur kromosom. Pada inti sel manusia terdapat 23
pasang kromosom. Masing-masing bisa dipenggal-penggal menjadi banyak
lokus, satu unit yang membangun sifat bawaan tertentu.
Djaja memeriksa DNA Jenglot pada lokus
nomor D1S80 dari kromosom 1 dan HLA-DQA1 dari kromosom 5, serta lima
lokus khusus lain dengan teknik PCR (polymerase chain reaction).
Pemeriksaan HLA-DLA-DQA1 memberikan hasil positif. Artinya, spesimen
Jenglot itu berasal dari keluarga primata -bisa monyet, bisa pula
manusia. Namun dari penyelidikan atas lokus D1S80, Djaja mendapat
kepastian bahwa sampel DNA itu berkarakteristik sama dengan manusia.
Temuan mengejutkan itu diperkuat dengan kajian mesin PCR. “Hasilnya
begitu, saya harus bilang apa,” kata satu-satunya ahli DNA forensik
Indonesia berusia 37 tahun itu. Hendra Hartanto gembira mendengar hasil
penelitian Djaja. “Ini menyangkut peninggalan sejarah yang berumur
3.112 tahun,” katanya ketika ditemui Gatra di pameran Gelar Benda
Pusaka Jenglot, di Plaza Metro Sunter, Jakarta Utara waktu itu.
Dokter Budi Pramono, yang pernah
merontgen jenglot, terkejut mendengar hasil penelitian Djaja Surya.
“Mirip bagaimana? Harus jelas. Saya kok kurang percaya. Nanti saya akan
mengonfirmasikan langsung ke Dokter Djaja,” katanya. Yang pasti, Budi
tak percaya jika jenglot dianggap hidup. “Makhluk hidup itu perlu makan
dan bernapas. Lalu strukturnya perlu tulang, jantung, paru, dan
lain-lain. Jenglot tak mempunyai itu semua,” katanya.
Untuk menjelaskan sosok jenglot secara
lengkap, kata Budi, perlu diteliti lebih jauh struktur anatominya, aspek
mikroskopis jaringannya, bahkan enzim yang ada di tubuhnya. Pimpinan
RSCM sempat tertarik untuk meneliti Jenglot. Namun setelah Budi
melaporkan bahwa jenglot tak memiliki kelengkapan organ sebagai makhluk,
niat itu surut. Jenglot dianggap seperti karya mistik lainnya yang tak
mengandung tantangan ilmiah. Sampai kemudian Djaja Surya menguji DNA
dari kulit lengannya, yang ternyata berkarakteristik manusia. Tapi Djaja
pun tak memutlakkan temuannya. Bisa saja penyelidikannya meleset
karena sampelnya terkontaminasi. “Misalnya, kulit jenglot sebelumnya
terkena olesan darah manusia,” katanya.
Waktu jenglot dipamerkan, seorang bapak
yang mengaku dari Salatiga yang bertanya, “Bisakah jenglot berkembang
biak?”
Pertanyaan itu
semata-mata berpangkal dari kekhawatirannya jika “makhluk ganas”
(karena makanannya darah) itu makin banyak. Tetapi Hendra menepis
kekawatiran itu. Menurut dia, jenglot hanya hidup secara gaib (roh).
Artinya, kehidupan yang dimiliki bukan seperti kehidupan makhluk hidup.
Sebab, secara fisik jenglot sebenarnya sudah mati (mumi). “Namun,
dalam kematiannya itu dia masih memiliki kekuatan,” ujarnya. Karena
itu, dia mempersilakan orang yang memiliki tenaga dalam untuk
membuktikan keberadaan “energi” itu.
“Energi yang terkandung di dalam jenglot betul-betul
besar, sampai saya terpental beberapa meter. Padahal, saya sudah
mengerahkan kemampuan tenaga dalam untuk meremukkannya, namun ternyata
tak mampu. Wah, betul-betul luar biasa,” tutur salah seorang pengunjung
yang tak mau disebut namanya, setelah menjajal energi yang tersimpan
di jenglot yang dipamerkan di Ruang Pamer Pasarraya Sri Ratu Jalan
Pemuda Semarang.
Memang,
banyak pengunjung yang kurang percaya jenglot itu mempunyai energi
supranatural. Namun, bagi pengunjung yang mempunyai ilmu tenaga dalam
atau tenaga supranatural, baru akan mempercayainya mumi mini tersebut
mempunyai energi yang besar. Sampai-sampai mampu melemparkan pengunjung
yang menjajal-nya.
Beberapa
pengunjung yang lain yang memiliki ilmu tenaga dalam ketika menguji
juga mengalami nasib serupa, terpental. Namun ada juga pengunjung yang
memang tak dibekali dasar-dasar ilmu tenaga dalam, ketika mau
membuktikan energi jenglot oleh panitia dengan terpaksa tidak
diperkenankan. “Jangankan diremas oleh orang tua, oleh anak kecil pun
jenglot pasti remuk,” tutur Yehana SR, salah seorang panitia pameran.
Tidak hanya itu, kabar jenglot yang
diduga mempunyai unsur DNA manusia dan energi supranatural juga telah
mendunia. Buktinya, salah seorang pakar foto aura dari Belanda, yakni Ny
Adri Bojoh Knijn, secara khusus datang ke Ruang Pamer Jenglot untuk
mendeteksi keberadaan energi jenglot tersebut dengan alat foto aura.
Hendra Hartanto pemilik benda tersebut
menjelaskan, soal asal-usul jenglot tersebut manusia atau bukan,
tergantung pada kepercayaan. Karenanya, jika ada pihak lain yang
mempercayai benda tersebut bukan merupakan jasad manusia sah-sah saja.
Sedangkan soal penelitian DNA, pihaknya berencana akan melakukan
pengujian ke Singapura dan Jepang.
Banyak pula pengunjung yang meragukan jenglot sebagai
makhluk mati yang mempunyai energi. Misalnya, kapan jenglot memindahkan
tangan atau kakinya. Mulai hari pertama hingga kelima dipamerkan,
empat ”pertapa sakti” tersebut tetap dalam posisi semula: tangan
tertekuk di depan dada, kedua kaki lurus-sejajar, dengan kedua mata
terbuka.
”Katanya hidup,
kok nggak bisa berkedip-kedip?” tanya seorang pengunjung.
Terhadap pertanyaan itu, Hendra
menjelaskan, jenglot memang tak bisa berkedip. Namun, meskipun belum
pernah memergoki, dia sering mendapati posisi kelopak mata yang berubah.
”Suatu saat, posisi kelopak mata terbuka lebar, tapi saat yang lain
akan menurun. Saya memang belum pernah memergoki, tapi pernah mendapati
kelopak mata dalam kedua posisi seperti itu,” ucapnya mencoba
meyakinkan para pengunjung.
Dia
menambahkan, yang dimaksud hidup dari jenglot bukan hidup seperti
halnya manusia. ”Jenglot itu mumi, dan ‘kehidupannya’ ada dalam
kematiannya itu. Jenglot hanya hidup secara gaib (roh).”
Jenglot berasal dari Petir
SRI Ningsih, paranormal di Jl Petek, Darat Nipah Selatan No 177A Semarang, mengatakan, jenglot memang memiliki kekuatan atau energi. Jadi nggak ada unsur rekayasa. ”Namun saya berbeda pendapat dari Hendra mengenai asalnya. Menurut saya, jenglot itu berasal dari petir yang dipegang dan di-sabdo oleh tiga wali, yakni Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel dan Sunan Giri,” tuturnya.
SRI Ningsih, paranormal di Jl Petek, Darat Nipah Selatan No 177A Semarang, mengatakan, jenglot memang memiliki kekuatan atau energi. Jadi nggak ada unsur rekayasa. ”Namun saya berbeda pendapat dari Hendra mengenai asalnya. Menurut saya, jenglot itu berasal dari petir yang dipegang dan di-sabdo oleh tiga wali, yakni Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel dan Sunan Giri,” tuturnya.
Mereka menganggap petir kurang ajar
karena menyambar-nyambar saat ketiga wali berjalan-jalan. Karena itu
petir ditangkap, kemudian di-sabdo. Karena berasal dari petir, maka
jenglot memilki aliran listrik besar. “Secara fisik, jenglot berbentuk
manusia, tapi sebenarnya dia itu jin. Setelah saya negosiasi, makanan
jenglot bisa tanpa darah manusia, tapi cukup dengan minyak japaron,”
tuturnya.
Sedangkan Harwanto, pengunjung asal Pedurungan, mengaku tertarik melihat jenglot, karena katanya termasuk manusia dan hidup. “Tapi ketika saya datang, berkedip pun dia tak bisa. Kalau demikian, jenglot tak ubahnya seperti benda pusaka lain, yaitu keris batu akik. Apalagi sesajiannya darah dan minyak wangi,” paparnya.
Sedangkan Harwanto, pengunjung asal Pedurungan, mengaku tertarik melihat jenglot, karena katanya termasuk manusia dan hidup. “Tapi ketika saya datang, berkedip pun dia tak bisa. Kalau demikian, jenglot tak ubahnya seperti benda pusaka lain, yaitu keris batu akik. Apalagi sesajiannya darah dan minyak wangi,” paparnya.